BERSEKUTU DENGAN ARWAH LELUHUR

Oleh: Kristianty Ernawati
Kami (aku dan suamiku) sebenarnya agak ragu juga saat mulai memasuki rumah yang kami kontrak. Dari luar kesannya modern tapi begitu masuk ke dalam, aura senyap, dingin dan angker sangat terasa sekali. Padahal hawa di luar sangat terik. “Kok rasanya ada yang aneh ya mas...” kataku pada suamiku, Dito, saat kami pertama kali masuk. Suamiku sebenarnya juga merasakan hal yang sama, tapi berhubung sewanya murah, akhirnya kami putuskan untuk menyewa setahun dahulu. Kalau memang besok cocok baru kami perpanjang sewanya.
Rumah bercat krem ini terkesan memang kurang terawat. Dengar-dengar terakhir disewa sudah lama, sekitar 8 tahun yang lalu. Sang pemilik, Bpk. Darmawan, seorang duda yang ditinggal mati istrinya 10 tahun yang lalu, akhirnya menyewakan rumahnya tersebut, sementara dia sendiri menempati sebuah ruang di lantai 2 dengan akses masuk yang terpisah dengan rumah yang kami kontrak. Jadi meskipun kami serumah (kami di lantai 1, Bpk. Darmawan di lantai 2) tapi kami jarang sekali bertemu beliau, karena memang tangga masuk ke lantai 2 terletak di belakang rumah dan terpisah dengan lantai 1.
Sebenarnya kami belum lama menikah. Aku dan mas Dito memutuskan kontrak rumah sementara karena dia harus menyelesaikan kuliah S2-nya disini. Dan aku memilih bekerja sebagai ibu rumah tangga sembari menulis buku untuk kukirimkan pada beberapa penerbit yang telah aku kenal. Yah hitung-hitung untuk menambah pengalaman dan membantu pemasukan keluarga.
Memasuki bulan 4 kami disini baru kami mulai merasakan ada beberapa kejadian aneh. Saat itu mas Dito rencananya pulang malam karena ada janjian kumpul-kumpul dengan teman satu almameternya. Jam di dinding menunjukkan pukul 21.15 malam. Malam agak hujan, jadi jalanan depan rumah pun terasa sepi. Sembari menunggu mas Dito pulang, aku membuka laptop dan mencoba untuk meneruskan menulis novel ringan pesanan penerbit di Surabaya. Baru beberapa menit mulai mengetik, entah mengapa tiba-tiba aku merasa merinding. “Subhanallah....” gumanku sembari menyeka lengan dan kudukku yang tiba-tiba berdiri. Sayup-sayup aku mendengar suara tangisan seorang bayi. Makin lama suaranya kudengar makin jelas.
“Eh, bayi siapa itu...?” gumanku kebingungan. Kucoba untuk mencari sumber suara itu, tapi gagal. Suaranya selalu berpindah-pindah arah. Bau wangi melati terasa mengusik hidungku. Tiba-tiba....”TOK-TOK-TOK-TOK...!!! Jantungku serasa mau copot!!! Ada yang mengetuk pintu. Aku berlari ke arah pintu karena mengira mas Dito yang datang. Ternyata saat kubuka, tak ada siapa-siapa! Hanya kegelapan dan sepi yang menyergapku. Aku sempat bengong ketika tiba-tiba ada sekelebat sinar merah melayang, melesat tepat di hadapanku. Badanku menggigil ketakutan dan menghambur ke dalam rumah. Kutelepon mas Dito dan menyuruhnya untuk cepat-cepat pulang.
“Udaaaah nggak usah dipikirin, mungkin itu hanya perasaanmu saja..” kata mas Dito sambil tersenyum saat kuceritakan apa yang barusan kualami.
Tapi ternyata kejadian tersebut kembali berulang di hari-hari berikutnya. Kali ini, saat ada mas Dito di rumah, jadi dia akhirnya perca-ya kalau ada yang tidak beres di rumah ini.
Kecemasan kami makin meningkat saat ada tetangga yang menceritakan keanehan rumah ini beserta perilaku pemiliknya, yang tak lain adalah Bpk. Darmawan. Beliau dikenal jarang bergaul, penyendiri, dan suka pada dunia mistis. Bahkan dari beberapa kejadian, orang yang menyewa rumah ini kehilangan bayinya saat masih dalam kandungan.
Ya Allah maaas...jangan-jangan ntar bayi kita juga hilang..” jeritku sambil mengelus perut. Baru saja kemaren dokter bilang kalau aku hamil, sekarang dapat cerita horor begini, kataku ngeri.
Untunglah ada saudara yang menyaran-kan kami untuk konsultasi dengan Ibu Dewi Rembulan. Saudaraku pernah mengalami hal yang sama dan berakhir dengan baik berkat bantuan Ibu Dewi.
Dan memang, bantuan Ibu Dewi sangat terasa membantu keadaan kami. Hati kami terasa tenang, tidak takut lagi. Sesuai wejang-an Ibu Dewi, kami pasrahkan semuanya pada Allah SWT. Tiap malam kami bermunajat pada-Nya memohon pertolongan, berderai air mata seraya berdzikir dengan Tasbih Mujarobat sesuai petunjuk Ibu Dewi Rembulan.
Dan tak lama, terbukalah semuanya. Ternyata Bpk. Darmawan memang sering melakukan ritual sesat, bersekutu dengan para arwah leluhurnya. Ini kami ketahui setelah suatu hari kami mencium bau yang sangat busuk dari lantai 2. Setelah dicari, ternyata Pak Darmawan telah meninggal beberapa minggu yang lalu. Di kamarnya banyak alat-alat ritual dan sesaji yang mengerikan. Alhamdulillah, kami diberi pertolongan oleh Allah SWT, dijauhkan dari kejahatan yang keji hingga anak kami lahir dengan sehat wal afiat.